Surat Untuk Julio



Untuk Julio, 

Terima kasih telah menemaniku selama tiga-puluh hari ini.
Ada banyak hal yang terjadi selama kita bersama.
Namun, ada juga pelajaran terbesar yang kau berikan tentang pentingnya saling mambantu.
Bahwa saling membantu itu kadang menuntut waktu, tenaga dan pengorbanan kita meskipun toh bukan untuk memperkaya atau memiskinkan kita juga.
Saling membantu itu bukan karena kita akan menerima upah untuk jerih payah kita.
Saling membantu terkadang dikarenakan orang lain yang memohon pada kita dan kemudian permohonan itu malah menjadi tanggung jawab moral untuk kita walaupun kita bisa saja menolak dan mengatakan 'tidak mau'.
Akan tetapi, tak akan adil rasanya bila kita menahan bantuan yang seharusnya dapat kita berikan. Apakah itu salah?

Julio, ternyata ketika kita saling membantu dan bantuan itu berjalan dengan baik maka kita merasa akan senang. Entah kenapa namun bila bantuan tersebut tak membuahkan hasil, maka terkadang kita juga akan merasa ikut kehilangan walau mungkin kehilangan kita itu tidak lebih dari kehilangannya orang yang meminta bantuan kita. Mengapa bisa terasa seperti itu ya?
Julio, apakah kita akan bertemu lagi tahun depan?
Akan seperti apakah perjalanana kita disana?
Akan kemana kau sekarang?
Semalam, mengapa kau tiba-tiba menangis sebentar dalam gerimis?
Ada sesuatu yang membuatmu sedih?
Atau kau tak kuat kita berpisah?
Maaf, aku tidak sempat mengucapakan selamat jalan padamu subuh tadi.
Aku sangat nyeyak dalam buaian mimpiku. Namun ketika aku bangun, aku lupa akan mimpi itu. Barngkali mimpi tentang kau dan perjalanan kita selama tiga-puluh hari.
Semoga saja, dimanapun engkau berada saat ini, kau akan baik-baik saja.
Dan semoga Augusto bisa melanjutkan perjalananmu bersamaku dengan baik.
Dia sudah datang hari ini.

Selamat jalan Julio, Selamat Datang Augusto

VZ, Caicoli, Dili,  1 Agustus 2016


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aprende husi Sócrates: Ta’es Dala Tolu

Domin no Diferensa

Feto no Lideransa: Wainhira Feto Ida Sai Lider